Oregairu Shin — Chapter ③ : Di Atas Pinggir Jalan, Melihat Dunia Melalui Jendela Kereta Kebanggaan Chiba
Sebuah cerita lanjutan dari kisah cinta Hikigaya Hachiman dan Yukinoshita Yukino dalam bahasa Indonesia~
Pemandangan yang terlihat dari dalam jendela itu pun perlahan berlalu.
Ketika kami sampai di stasiun pada saat jam sibuk sore hari ini, terlihat para penumpang telah masuk ke dalam monorel yang kami berdua naiki. Gerbong yang kami tumpangi ini tidak terlalu sesak dengan banyak penumpang, oleh karena itu, kami pun mampu memandangi jalanan Chiba melalui jendela yang berada di seberang Yukinoshita dan aku tengah duduk.
Di balik pasir putih jernih yang kami pandang melalui jendela, terlihat cahaya sore tengah mewarnai lautan dengan warna kemerahan. Pemandangan itu pun lambat laun memudar pada saat monorel memasuki kota yang terbenam dalam warna-warna nila.
Dengan lampu belakang terbentang menjadi deretan yang panjang, serta lampu jalan yang terlihat samar di dalam mataku, monorel ini menuju gugusan bangunan yang menjulang begitu tinggi, seolah-olah terlihat seperti kumpulan gedung pencakar langit.
Pemandangan sore hingga malam hari yang ku dapatkan ini pun, terasa seperti sensasi atraksi berlari melintasi langit di sebuah taman bermain.
Meskipun hanya dengan menaiki monorel ini saja sudah membuatku senang, tetapi sungguh, pemandangan yang terlihat di hadapanku ini sangat luar biasa. Lebih dari itu, memang rute perjalanan dari stasiun Chiba-minato menuju stasiun Chiba pada waktu senja adalah rute yang paling kusukai. Sudah waktunya “Melihat Dunia dengan Kereta” tayang.
Aku mampu menatap pemandangan yang seperti mimpi ini selamanya…
Sungguh… Aku ingin menatap pemandangan ini selamanya.
Tidak diragukan lagi, aku pun mengalihkan pandanganku dari sesuatu yang disebut sebagai kenyataan.
Setelah ini, aku akan kedapatan makan malam bersama dengan keluarga Yukinoshita. Tidak, bukannya aku tidak ingin makan bersama dengan seorang Yukinoshita sendiri. Tentu saja aku mau, sikat saja! Bagaimana pun, jalan cerita akan sedikit berubah ketika keluarga Yukinoshita sebagai pihak lain yang ikut bergabung.
Ah, apa yang harus aku lakukan…
Sambil menghela nafas, aku pun menundukkan kepalaku. Lalu, aku merasakan sebuah tarikan lembut berada di mansetku. Ketika aku melihatnya, Yukinoshita, yang tengah duduk di sampingku ini, terlihat memiliki ekspresi khawatir di wajahnya.
“Ada apa, apakah ada sesuatu yang salah?”
Yukinoshita menggelengkan kepalanya perlahan. Dengan mulut yang tertutup rapat, dia menunjukkan wajah yang berkata, “Bukan apa-apa.”
Meskipun dia membuat wajah seperti itu, matanya dengan gelisah mengitar ke sana-kemari, dan dia juga terlihat berulang kali mengarahkan pandangannya ke lantai.
Wah… ada apa ini? Apa yang terjadi? Maksudku, cengkeramannya terhadap ujung lenganku saja sudah membuatku sangat gugup, terlebih, wangi harum yang berasal dari dirinya sungguh luar biasa, dan setiap kali gerbong ini berayun, rambut hitamnya itu menyentuhku dengan lembut! Aku yang mulai gelisah ini pun, diikuti dengan telapak tanganku yang mulai berkeringat! Wah, pertanda apa sih ini?
Tepat ketika telapak tanganku mulai mengeluarkan banyak keringat, monorel beranjak mendekati tikungan dan gerbong pun mulai berayun ke arah samping. Pada saat itu, cengkeraman yang memegang mansetku, semakin terasa begitu kencang.
Dengan begitu, aku tiba-tiba teringat sesuatu.
Kurang lebih lima tahun silam… eh tunggu, itu tidak sampai jauh ke masa lalu, tetapi beberapa bulan belakangan ini. Ketika itu kami tengah mengunjungi Destinyland pada saat musim natal datang. Pada saat itu, Yukinoshita memperlihatkan keadaan gugup yang serupa ketika kami tengah menaiki salah satu wahana di sana. Aku juga masih ingat sosoknya yang tegang itu saat kami menaiki bianglala di akuarium Kasai-Rinkai.
Kesimpulannya telah jelas aku dapatkan: bahwa Yukinoshita ternyata takut dengan ketinggian.
Berdasarkan pengalamanku, aku membutuhkan sesuatu untuk mengalihkan perhatiannya. Aku teringat, dulu aku pernah melakukan hal seperti itu juga selama kunjungan kami ke Destinyland.
Jika dia mengalihkan perhatiannya kepada hal lain, dia tidak akan lagi mengkhawatirkan terhadap ketinggian serta monorel yang berdecak. Dengan mengalihkan perhatiannya melalui percakapan ringan, beberapa stasiun akan terlewat sekejap begitu saja.
Kalau begitu, mau bagaimana lagi.
Aku mendekatkan diriku perlahan ke arahnya, dan menutup sedikit jarak yang terdapat di antara kami berdua.
Mau bagaimana lagi, karena kami akan bercakap. Aku pasti kesusahan jika gemetaran, dan juga bunyi monorel yang bergerak mengubur suara dari kami juga. Itu sebabnya, maksudku, aku tidak punya pilihan lain. Ya, ini pasti masih bisa ditoleransi.
Yang ku lakukan itu bukan sebuah alasan untuk orang lain, melainkan hanya caraku untuk meyakinkan diriku sendiri. Dengan pemikiran itu, aku pun menutup celah sekitar dua kepalan tangan yang memisahkan kami berdua.
Paha kami dengan begitu lembut bersentuhan … dan bahu kami pun juga saling menyapa satu sama lain.
Yukinoshita menatapku dengan heran… Jika kau menatapku sekeras itu, aku akan merasa malu juga! Aku pun berpura-pura tidak memperhatikan tatapannya, dan lalu berbicara dengan cepat.
“Sekadar bertanya, kau itu takut dengan ketinggian, ya?
“Aku hanya… tidak terbiasa dengan ini.”
Menjawab dengan lembut, Yukinoshita memalingkan wajahnya. Reaksi dan jawabannya sama ketika aku menanyakan hal seperti itu padanya saat kami berdua berada di Destinyland beberapa waktu lalu. Lihat! Aku tahu itu! Aku pikir itulah masalahnya!
“Hmm… Kalau kau bilang kepadaku, aku akan memilih rute yang lain,”
Sebenarnya, aku memilih monorel karena jalur ini lah yang sedikit membutuhkan transit.
Tentunya selain rute ini, ada rute lain yang dapat membawa kami ke stasiun Chiba. Kebetulan saja aku berkata, “Ayo lewat monorel,” dengan bersemangat selayaknya standar jazz, dan akhirnya diputuskanlah dengan seperti itu. Tunggu, mungkin Yukinoshita tahu bahwa aku adalah seorang Pecinta Sejati Monorel Chiba dan bergantung kepadaku. Tidak, tidak mungkin seperti itu. Memangnya Pecinta Sejati Monorel itu apa?
Bagaimanapun, kata-kataku itu memiliki tanda penyesalan yang samar, seolah-olah aku meminta maaf karena membuatnya bergantung kepadaku, dan sebagai tanggapan, Yukinoshita menggelengkan kepalanya. Selanjutnya, dia meletakkan tangannya di dadanya, lalu menarik napas dalam-dalam, dan dengan lembut menutup mata lalu berbisik.
“Tidak, aku baik-baik saja dengan monorel ini… aku baik-baik saja karena ini kendaraan… aku baik-baik saja karena… ini adalah kereta…”
“Kau hanya mencoba untuk meyakinkan dirimu sendiri sekarang…”
Benar nih dia bakal baik-baik saja? Saat aku menghela nafas kekhawatiran, cengkeraman yang terdapat pada mansetku itu pun perlahan memudar.
Jari-jarinya yang tadinya ragu-ragu, kemudian melebar dan meraih lengan bajuku, seolah dia ingin melingkarkan tangannya ke seluruh pergelangan tanganku saja.
Tidak peduli dengan reaksi keherananku terhadap tingkah lakunya selayak anak kucing yang tengah menggigit, Yukinoshita menutup jarak antara kami dan dengan perlahan menyandarkan tubuhnya di bahuku.
“Aku tidak terbiasa dengan itu…, tapi bukan berarti aku tidak menyukainya.”
Saat dia menjawab dengan senyum mendesah, mata Yukinoshita beralih ke jendela di seberang kami berdua, matanya menatap ke arah bangunan yang diterangi oleh kilauan cahaya senja.
Ketika monorel ini masih berada dalam ketinggian dan berdecak dengan caranya sendiri, Yukinoshita tampaknya sudah agak tenang. Aku bisa merasakannya dari napasnya yang santai seakan dirinya tengah tertidur.
Namun, akulah orang yang sebenarnya tidak bisa tetap tenang.
Meskipun beban bahu rampingnya yang menempel padaku sangatlah ringan, tanpa diragukan lagi, rasa kehangatan yang menenangkan ini tersampaikan kepadaku melalui seragam sekolah kami berdua.
Sampo? Atau apakah ini parfum? Aku tidak tahu, tapi setiap kali keharuman aromatik segar seperti sabun itu berhembus di aliran napasku, otot punggungku pun terasa menegang.
Untuk menyembunyikan kegugupanku di hadapannya, aku… Ah, aku yakin dia telah mengetahuinya. Menahan kembali keinginanku itu, aku menatap pemandangan yang sama seperti yang dilihat Yukinoshita seraya berbisik.
“Bisakah kau memberi tahuku tentang hal-hal tidak terbiasa lainnya dari dirimu?”
Aku selalu berpikir aku mengetahui semuanya dan mengerti segalanya. Meski begitu, aku ingin bertanya kepada dirinya. Sama seperti hari ini, hal-hal tentang dia yang secara bertahap kusadari tetapi tidak bisa aku mengerti tak mampu aku menghitung banyaknya.
Yukinoshita, yang sekarang duduk dengan jarak yang lebih dekat dari sebelumnya, memiringkan kepalanya sebagai tanggapan.
“Bahkan jika kamu berkata demikian…”
Yukinoshita meletakkan tangannya di bibir dan tatapannya beralih ke sudut kanan atas. Ya, ketika kau ditanyai pertanyaan seperti itu dengan tiba-tiba, tidak akan ada jawaban yang muncul dalam benakmu pada akhirnya. Jika aku ditanya terkait titik lemah dari diri Yukinoshita, aku pasti juga tidak akan bisa langsung menjawabnya.
“Pertama-tama, pasti anjing kan? Selanjutnya hantu, aku pikir.”
Atau begitulah yang aku pikirkan, tetapi aku benar-benar dapat menemukan cukup banyak dari mereka! Tidakkah perempuan ini memiliki terlalu banyak kelemahan? Apakah dia baik-baik saja? Bisakah dia bertahan hidup dengan baik?
“Bagaimana dengan yang lainnya? Apa masih ada?”
Ketinggian, anjing dan hantu. Aku menghitungnya masing-masing dengan jariku, dan ketika aku menoleh kembali padanya untuk menanyakan yang keempat, Yukinoshita menatapku dengan tatapan tidak senang.
“Aku tidak terlalu begitu terbiasa dengan anjing atau pun hantu…”
“Ya, itu tidak apa-apa, tak perlu memaksakan diri untuk melanjutkan.”
Tidak apa-apa. Semuanya baik-baik saja. Aku mengerti. Itulah mengapa aku menanyakan “hal-hal tidak terbiasa dari dirimu”.
Saat aku terus-terang memberhentikannya dengan wajah yang tegas, Yukinoshita merajuk dan cemberut, sebelum akhirnya menyerah sambil menghela nafas.
“Kurasa aku tidak terlalu baik dengan hal-hal itu.”
Kemudian, setelah berpikir sejenak, dia tiba-tiba mengangkat kepalanya dan menjawab jujur dengan ekspresi yang fresh.
“Serangga itu merepotkan,”
“Ya kau benar.”
Melihat pernyataannya yang terlalu tulus dan terus terang itu, membuatku tidak bisa untuk tidak setuju. Sungguh, serangga memang merepotkan. Aku paham~
Saat aku menganggukkan kepalaku, Yukinoshita tertawa pelan.
“Kalau kamu? Sisi lemahmu apa?”
“Tomat, aku pikir. Aku telah bersumpah tidak akan memakan yang mentah.”
Yukinoshita mengangguk tanda terima, dan mulai mengetik di smartphone miliknya yang dia keluarkan dari sakunya. Tunggu, kau tidak perlu membuat catatan juga kan. Ngomong-ngomong, aku juga tidak menyukai mentimun, tapi asinan tidak apa-apa sih, mengerti?
Sebelum aku sempat memprotesnya, Yukinoshita melirikku, bertanya, “Ada yang lain?” dengan matanya.
“Setelah itu matematika, kurasa. Hmm… selanjutnya? Aku berpikir apakah masih ada lagi.”
Sekarang setelah aku memikirkannya, aku benar-benar tidak dapat menerangkan banyak hal ketika seseorang bertanya tentang kelemahanku dengan nada yang begitu serius. Aku buruk dalam beberapa aspek terkait segala hal di dunia ini. Dalam hal ini, aku dapat mengatakan bahwa aku juga buruk dalam hal-hal terkait metafisik (alam gaib), karena aku agak lemah juga terhadap hantu.
Apakah masih ada lagi? Tidak mampu menemukan sesuatu yang membuat ku berteriak “Ini dia!” Aku pun tidak dapat lagi berpikir lebih jauh. Selepas itu, Yukinoshita membuka mulutnya seolah-olah dia sedang berseru, “Ah! Aku memikirkan sesuatu,” dan mengetuk lengan atasku dengan ringan seolah mengatakan,”Dengar! Dengar!”
Hei, tindakan seperti ini membuatku merinding dan merasa memalukan, tapi itu sangat lucu dan mengejutkanku, jadi hentikan itu, oke? Aku menoleh untuk melihatnya saat matanya berbinar, dan dia berbicara dengan nada yang penuh percaya diri.
“Jika menyangkut titik lemah dari Hikigaya-kun, sudah pasti itu Hubungan antarmanusia.”
“Kau kan juga begitu…”
Mengapa kau membuat wajah dengan ekspresi penuh kemenangan? Atau lebih tepatnya, bukankah ini sudah terlambat untuk hal seperti itu? Aku bahkan hampir tidak menyadarinya lagi.
“Setiap orang buruk dalam hal semacam itu, jadi itu tidak termasuk hitungan. Secara umum, satu-satunya orang yang mengatakan bahwa mereka baik dalam hubungan antarmanusia adalah penipu dan psikopat.”
Tidak peduli seberapa banyak atau sedikit, setiap orang memiliki kekhawatiran yang sama dengan hubungan antarmanusia. Saat seorang peramal dengan acuh tak acuh memberi tahu dirimu, “Maaf, horoskop Anda, Leo, berada di urutan kedua belas. Anda mungkin khawatir tentang hubungan manusia Anda hari ini. Barang keberuntunganmu adalah tujuh triliun yen!” Bukankah dia menjamin akan mencapai sasaran? Tidak ada siapa pun yang tidak menghadapi masalah hubungan, dan selain itu, siapa pun yang mendapatkan tujuh triliun yen secara otomatis dianggap beruntung. Berhenti main-main dan serahkan tujuh triliun yen itu!
Yukinoshita mengangkat bahunya dan tertawa kecil.
“Memang, setiap orang memiliki seseorang yang tidak dapat mereka tangani.”
Akan baik-baik saja jika percakapan ini berhenti di sana, tapi Yukinoshita mulai merenung dan menghitung dengan jarinya.
“Dalam kasusmu, ada ibuku. Berikutnya adalah kakakku. “
“Aku akan makan malam dengan orang-orang itu nanti, tahu …”
Hahaha dasar iblis kecil! Setelah mengeluarkan tawa yang berpura-pura, aku teringat kenyataan suram yang semakin mendekati diriku, dan hati ini pun menjadi terasa lebih berat.
“Erm, bolehkah aku bertanya apa yang akan kita makan nanti?”
Bagaimanapun, yang terpenting itu akan dibayar oleh orang lain, jadi aku hanya harus menikmati sepenuhnya. Saat aku memintanya untuk mempersiapkan diriku secara mental, Yukinoshita memiringkan kepalanya.
“Bukankah aku sudah memberitahumu? Kita akan makan masakan khas Italia. Bukankah kamu menyukainya? ”
“Apa maksudmu itu Saizeriya? Yah, aku memang suka Saizeriya, tapi… ”
Hmm… Saizeriya tidak diragukan lagi adalah restoran Italia tetapi setelah mendengarnya, aku merasakan ketidaknyamanan yang sepertinya tidak dapat aku singkirkan. Sepertinya karena aku mengenali Saizeriya sebagai aliran tersendiri.
Namun, sangat tidak mungkin bagi diriku untuk pergi ke Saizeriya bersama dengan keluarga Yukinoshita.
Saizeriya adalah restoran untuk makan sehari-hari. Sekutu dari rakyat jelata. Anggota keluarga elit dan kelas atas seperti Yukinoshita tidak mungkin pergi ke Saizeriya. Tidak, tidak aneh jika Haruno-san pergi ke suatu tempat dengan anggur harga terjangkau dan meminumnya dengan magnum.
Namun, hari ini jelas bukan hari untuk itu. Kami pasti akan pergi ke tempat yang mewah. Dipenuhi oleh kecemasan, mau tidak mau aku pun bertanya.
“Maksudku, kita mau makan malam di mana?”
“Tempat yang sering dikunjungi keluargaku.”
“Eh,sudah pasti itu tempat yang mewah kan? Apakah cara berpakaianku ini baik-baik saja? Aku kacau, bukan?”
Menatap seragam sekolahku dengan tergesa-gesa, aku pun melihat kerutan di seluruhnya. Ah gawat ini tidak akan berhasil. Dengan pakaian yang terlihat lusuh, aku pasti akan diusir dari pintu depan. Oh sial~ Kurasa ini tidak mungkin~ Aku ingin bertemu dengan Hahanon tapi dengan kerutan di seluruh pakaianku, aku tidak bisa~ Aku sudah mencoba meluruskannya tapi tidak mungkin~ Saat aku memikirkan semua alasan ini di kepalaku, aku menepuk seragamku dengan keras.
Mengabaikan seluruh gerakanku, Yukinoshita menurunkan tanganku dengan tenang sebelum menunjukkan kepadaku senyum berserinya..
“Ini adalah restoran yang cukup umum dan tidak seketat itu. Seragam sekolah kita akan baik-baik saja.”
“Ah begitu ya…”
Apakah begitu? Seragam sekolah kami berdua mungkin baik-baik saja, tapi Yukinoshita mungkin tidak tahu banyak tentang kerasnya kehidupan di jalanan. Paling tidak, restoran kasual bisa merujuk ke kafe trendi milik pribadi. Kau pun tidak dapat menyebut itu sebagai tempat yang mewajibkan seragam sekolah sebagai sebuah dress code restoran kasual.
Dengan kata lain, ini pasti adalah restoran yang mewah. Ada juga restoran kelas atas yang menyediakan makanan Italia. Kalau begitu, jangan katakan itu sebagai khas italia, katakan saja itu restoran mewah!
Bertemu dengan nyonya Yukinoshita di tempat seperti itu… Aku benar-benar kacau…
Punggungku berhadapan dengan dinding, huh… Saat aku akan menyerah, aku melihat kehilangan besar dalam pakaianku. Ya, dinding luaranku mungkin telah hancur, tetapi dinding bagian dalam diriku ini tetap ada! Belum! Aku masih nyaris tidak bertahan di Pengepungan Musim Panas Osaka! Yah, aku mungkin akan kalah dalam hal itu, dan aku masih memiliki peluang bertarung dengan punggung menempel ke dinding, tapi itu bukan intinya.
“……Ah!”
Aku berdiri dari kursiku dengan terburu-buru seolah-olah aku baru saja mengingat sesuatu.
“Ini buruk… Aku lupa dasiku. Aku akan kembali untuk mengambilnya, atau lebih tepatnya, aku akan pulang,”
“Kamu tak perlu khawatir.”
Tanpa jeda beberapa saat, Yukinoshita dengan kuat menarikku kembali ke kursiku melalui lengan bajuku. Kemudian, dia mengeluarkan paket kecil dari tasnya. Saat dia membukanya, dasi yang dibuat khusus untuk seragam pria SMA Sobu muncul di depan mataku.
“Komachi-san menitipkan ini padaku. Sekarang tidak ada lagi masalah, bukan? ”Oh..”
Uh… adikku ini, bukankah dia terlalu telaten? Dia sudah seperti fresh graduate yang siap untuk segera berjuang dan jauh lebih mampu daripada siswa pencari kerja yang menyatakan diri sebagai pelumas sosial di kantor.
Mengabaikan ekspresi pertentanganku, Yukinoshita dengan lembut mengulurkan dasinya, selepas itu dia begitu lembut menarik kerah bajuku ke arahnya. Tidak dapat bereaksi terhadap gerakannya yang tiba-tiba, aku tetap diam seperti anak kucing yang patuh saat digendong.
Kerah kemeja ku terangkat dan dasi lilitannya melilit dengan mulus. Setelah membuat lingkaran penuh di sekitar dan kemudian melalui loop, simpul segitiga yang indah pun terbentuk. Akhirnya, dia meraih dasinya dan mendorong simpul itu ke kerah ku dengan sangat hati-hati.
Pada saat itu, mataku dan mata Yukinoshita pun saling bertemu, pertemuan itu begitu dekat, lebih dekat ketimbang sebelumnya.
Setelah menyadari tindakannya itu secara tiba-tiba dan akal sehatnya telah kembali, pipi Yukinoshita memerah. Mulutnya menjadi gelisah karena gugup. Bahkan setelah mengikatkan dasiku dan melepaskannya, rona wajahnya tidak mereda saat dia terdiam.
Untuk sesaat, suasana canggung menempel di sekitar kami.
“Te-terima kasih,”
“Bukan apa-apa…”
Karena kesulitan menahan keheningan, aku menghabiskan waktu dengan mengungkapkan rasa terima kasih. Namun, Yukinoshita masih menundukkan kepalanya. Berkat itu, aku bisa melihat telinganya yang merah membara mengintip dari sudut rambut hitamnya yang indah.
Ah… aku tidak tahan lagi, kau benar-benar menyebalkan… Jika kau merasa malu saat melakukan itu, hentikan! Aku akan malu juga, tahu.
Aku tidak tahu apakah dia tidak menyadarinya atau apakah dia benar-benar menyadarinya, tetapi cara dia memperlakukanku dengan ketegasan seperti itu membuat diriku benar-benar bingung.
Faktanya aku tidak membencinya sedikit pun, hanya saja tingkahnya yang begitu tiba-tiba dan tegas itulah yang terkadang membuat diriku resah.
END
Oregairu Shin Volume 1 Contents
Prelude — Jadi, Hikigaya Komachi Berkata Seperti Ini
Chapter 1 — Karenanya, Masa Muda Tidak Akan Pernah Selesai (TBA)
Chapter 2 —
Chapter 3 — Di Atas Jalanan, Melihat Dunia Melalui Jendela Kereta Kebanggaan Chiba
Terima kasih kepada teman-teman yang telah membaca! Jika dilihat dari chapter ini, jelas sekali bahwa tingkah Hachiman maupun Yukino benar-benar dapat kita panggil sebagai sepasang kekasih. Yukino pun di sini terlihat sedikit agresif dalam bertindak menyerang Hachiman dengan kemanjaannya haha.
Bagian Prelude telah tersedia, sedangkan chapter 1–2 belum tersedia, jika telah rilis, nanti akan langsung saya update dan kabarkan kepada teman-teman.
Saya juga menulis beberapa pembahasan anime Oregairu di media Pop Kultur Nawala Karsa. Jika berkenan silahkan dibaca melalui tautan berikut.
Baca juga ulasan Anime Oregairu Season 3 dari saya!
Salam.
Jika ada pertanyaan atau pun kritik dan saran, silahkan melalui akun Twitter pribadi saya di @fialamsyah
Special Thanks
Watari Wataru, Ponkan8
English Translation : viol3tic
JP proofreading : viol3tic
EN proofreading : u/Williambillhuggins & u/A1cyon @ /r/OreGairuSNAFU
Indonesian translation : @fialamsyah